Collateral
dalam Pembuatan Bank Garansi dan Surety Bond, Harus Atau Pelengkap Saja?
‘collateral’ ialah jaminan dalam’bentuk aktiva,
dalam artian bahwa apabila pihak peminjam tidak mampu memenuhi kewajibannya, maka
aktiva yang digunakan sebagai jaminan dijual dan hasil penjualannya dipergunakan untuk
memenuhi kewajiban tersebut.
Kiranya perlu mendapatkan perhatian bahwa ‘collateral’ tidak dapat menyebabkan
kredit yang jelek menjadi kredit yang baik. Paling jauh hanya menyebabkan dengan adanya
‘collateral’ kredit tersebut bertambah baik”
dalam artian bahwa apabila pihak peminjam tidak mampu memenuhi kewajibannya, maka
aktiva yang digunakan sebagai jaminan dijual dan hasil penjualannya dipergunakan untuk
memenuhi kewajiban tersebut.
Kiranya perlu mendapatkan perhatian bahwa ‘collateral’ tidak dapat menyebabkan
kredit yang jelek menjadi kredit yang baik. Paling jauh hanya menyebabkan dengan adanya
‘collateral’ kredit tersebut bertambah baik”
Jadi bisa kita pahami bahwa Collateral dalam suatu pemberian
kredit hanyalah bagian kecil (dari sekian C) dari suatu analisa pencairan
kredit oleh Bank kepada Debitur nya. (Kontra)Bank Garansi (KGB) ataupun Surety
Bond adalah salah satu produk asuransi general/umum/kerugian yang sangat lekat
dengan produk perbankan. Dalam tulisan ini kita tidak akan membahas tentang apa
itu KGB dan Surety Bond karena akan panjang dan pemahaman tersendiri, namun
kita akan membahas bagian penerapan Collateral dalam kedua produk tersebut.
Apabila Principal/Kontraktor membuat jaminan Bank Garansi langsung
ke bank, maka akan dikenakan full cover/full jaminan/full collateral oleh pihak
bank. Untuk Kontraktor dengan pendanaan terbatas (penulis enggan menyebut
kontraktor mapan atau garde besar atau kecil)yang tidak memiliki plafon kredit
mencukupi tentu nya pengenaan full jaminan akan menyulitkan arus kas perusahaan
dikarenakan putaran uang untuk operasional perusahaan akan menjadi terbatas.
Salahsatu solusi dari “masalah’ tersebut adalah dengan mekanisme kontra bank
garansi, yaitu membuat bank garansi dengan adanya jaminan dari asuransi
terhadap realisasi bank garansi yang dikeluarkan bank(terjemahan bebas). Sehingga
analisa terhadap kelayakan realisasi bank garansi/kredit di asuransi menjadi
gerbang atau pintu utama bagi pembuatan bank garansi, permintaan data yang
lebih spesifik menjadi hal yang realistis karena pihak bank banyak tergantung
kepada analisa dari pihak asuransi, dan asuransi memerlukan pemahaman akan
calon debitur/nasabah yang akan dijamin nya.
KGB dan Surety Bond terdiri dari beberapa jaminan, seperti jaminan
penawaran, pelaksanaan, uang muka(advance payment bond), pemeliharaan, jaminan
pembayaran(payment bond), jaminan sisa pembayaran (progress payment bond) atau
SP2D, dll. KGB dan Surety Bond dalam proses pembuatan nya seringkali mengenakan
Collateral kepada Principal/Kontraktor yang membuat jaminan, khusus nya jaminan
uang muka, pembayaran bahkan jaminan pelaksanaan. Mengapa ditekankan pada
ketiga jaminan tersebut, hal ini dikarenakan resiko (wanprestasi) sering
dijumpai pada periode pelaksanaan project. Bagi pihak Asuransi sebenarnya
Collateral bukan menjadi solusi final terhaap kelayakan Bank Garansi atau
jaminan Surety Bond untuk diberikan kepada Principal. Collateral bagi seorang
Underwriter asuransi merupakan bagian ‘kecil’ dari sisi analisa kelayakan
jaminan Bank Garansi/Surety Bond yang akan disetujui, mengapa? nanti akan kita
bahas dalam tulisan berikut nya. Para Principal/kontraktor juga terkadang
sangat keberatan untuk dikenakan Collateral, mengapa? karena salah satu alasan
untuk perputaran arus keuangan proyek, atau karena merasa sudah ada asuransi
yang menjamin Bank Garansi yang dikeluarkan bank? untuk alasan terakhir,dapat
disampaikan bahwa apabila terjadi wanprestasi project yang kemudian pihak
Obligee/Bowheer mencairkan Bank Garansi kepada bank penerbit, maka Bank bisa
langsung mencairkan. Pihak asuransi dalam case pencairan ini sifatnya menalangi
dahulu terhadap pencairan Bank Garansi yang dicairkan bank, untuk kemudian
melakukan penagihan/recovery kepada pihak Principal/Kontraktor sebesar nilai
yang dicairkan Obligee/Bowheer.
Kembali kepada pertanyaan pokok diatas, mengapa Asuransi mengenakan
Collateral kepada Kontraktor dan merupakan bagian ‘kecil’ adalah dikarenakan
dalam analisa dikenal istilah 5C yang terdiri dari Character, Capacity,
Capital, Collateral dan Condition. Kita tidak akan
membahas 4 C lainnya, namun yang ingin saya sampaikan bahwa 5 komponen tersebut
mengindikasikan kemampuan dari Kontraktor dalam kelayakan analisa yang
dilakukan. Analisa tersebut dapat dilakukan dengan ketersediaan data, termasuk
untuk Collateral yang biasanya merupakan bagian akhir dari finalisasi analisa
seorang Underwriter adalah lebih bersifat “Meyakinkan Tempo Kepercayaan Diri
seorang Underwriter dalam mengaksep suatu jaminan”, apakah apabila dikenakan
Collateral, Principal mau atau tidak?. Sikap atau respon dari Principal juga
menunjukkan itikad baik bagaimana Principal mempunyai keinginan dalam
bekerjasama. Sesuai penjelasan di atas, bahwa penjaminan dalam Bank
Garansi/Surety Bond hanyala bersifat menalangi terhadap nilai yang dijaminkan
yang nanti nya juga akan di recovery oleh Asuransi kepada Pihak Kontraktor.
Biasanya Nilai Collateral dikenakan antara 5-10%, atau 10-20%,
atau 20-30% bahkan ada yang sampai 50% dengan case dan pertimbangan tersendiri.
Collateral dapat berupa cash money atau asset seperti BPKB, sertifikat
tanah/property lainnya yang memiliki kepemilikan yang syah. Misalkan nilai
jaminan Rp. 1 Milyar (dengan periode jaminan 6 bulan lalu dikenakan Collateral
sebesar 10% atau Rp. 100 juta. Dari contoh case tersebut dapat dijabarkan bahwa
‘resiko’ bayar oleh asuransi(bank apabila bank garansi) apabila terjadi
wanprestasi adalah sebsar maksimal Rp. 1 Milyar, sehingga pengenaan Collateral
yang hanya 10% dari nilai jaminan seharus nya bukan menjadi kendala bagi pihak
Kontraktor(toh… uang tidak hilang dan hanya mengendap selama jangka periode
jaminan). Selain itu biasanya pengenaan Collateral hanya dilakukan pada awal
pembuatan jaminan yang didasari untuk meyakinkan bahwa ‘prinsip mengenal
nasabah’ dalam analisa penjaminan telah terpenuhi. Sedangkan untuk proses
pembuatan jaminan berikutnya, dengan pertimbangan telah mengenal dengan baik
Kontraktor, asuransi dapat mempertimbangkan untuk tidak dikenakan Colateral.
Namun untuk nilai jaminan tertentu, kebijakan asuransi bisa menerapkan
Collateral kembali dengan pertimbangan dan analisa per project. Dalam tulisan
ini bukan ingin penulis mendukung pihak asuransi atau sebaliknya, mendukung
kepentingan Kontraktor, namun pemahaman bersama akan karakteristik produk Bank
Garansi atau Surety Bond menjadi jalan keluar, bahwa pengenaan Collateral tidak
semata keinginan sepihak asuransi dalam syarat realisasi Bank Garansi namun
menjadi sisi kerjasama yang saling mendukung antara Asuransi sebagai penjamin
dan Kontraktor yang memerlukan Bank Garansi tanpa harus mengganggu arus kas
operasional perusahaan dalam project yang dikerjakan. Pihak asuransi sendiri
juga harus memberkan ‘keberanian’ dalam analisa jaminan tanpa mengesampingkan
‘prudent UW’ sehingga membantu Kontraktor dalam kesuksesan dan kelancaran dalam
pengerjaan project.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar