Minggu, 06 Juli 2014

Definisi S.W.I.F.T

MENGENAL SWIFT DAN STANDART S.W.I.F.T.
Pesan Swift ?
Bank mengirimkan jutaan pesan per hari, banyak yang mengandung informasi yang sangat sensitif. Adalah penting bahwa mereka memiliki akses ke jaringan yang sangat handal, dan sangat aman di mana mereka dapat berkomunikasi tanpa takut pesan dicegat atau hilang. SWIFT menyediakan layanan itu kepada bank. Dikembangkan pada tahun 1973 oleh para bankir yang membutuhkan cara yang lebih aman dan dapat diandalkan untuk berkomunikasi satu sama lain, SWIFT kini telah tumbuh menjadi jaringan di seluruh dunia bank, dan merupakan metode standar komunikasi antar bank.

Apa itu SWIFT?
SWIFT adalah singkatan dari "Society for Worldwide Interbank Financial Telekomunikasi." SWIFT jaringan lebih dari 8.300 bank, sekuritas, dan perusahaan yang berlokasi di lebih dari 208 negara. SWIFT memungkinkan untuk pertukaran jutaan pesan keuangan standar antara lembaga keuangan di seluruh dunia. SWIFT diciptakan pada tahun 1973 oleh para bankir yang membutuhkan sistem yang lebih efisien dan aman untuk komunikasi antar bank mengenai transfer dana dan surat berharga. Sebelum SWIFT, semua komunikasi antara bank dilakukan melalui telepon, kurir telex, atau surat. Sebelum adanya SWIFT pesan antar bank tidak berisi petunjuk dasar masa lalu dana transfer itu sendiri, namun SWIFT memungkinkan bank untuk melampirkan pesan dan kondisi untuk transfer dana. Masing-masing pesan SWIFT adalah suatu kondisi wire transfer.

Apa yang Lakukan SWIFT?
SWIFT menyediakan platform untuk bank, perusahaan dan lembaga keuangan lainnya untuk bertukar pesan, yang memungkinkan bank untuk bekerja sama dengan bank lain terletak di seberang jalan, dan di seluruh dunia. Standarisasi pesan tersebut memungkinkan kedua bank dan pelanggan mereka untuk menikmati kebijakan seragam dan praktik di berbagai bank. SWIFT bukan bank, dan tidak memegang uang atau mempertahankan rekening, itu hanya memfasilitasi komunikasi antar bank. SWIFT menyediakan bank dengan basis data terpusat yang memungkinkan Bank A untuk mengirim pesan ke Bank B aman, tanpa kerentanan yang melekat dalam menggunakan email, telepon atau faks, dan tanpa perlu bagi manusia untuk memfasilitasi proses. Jaringan komunikasi yang diciptakan oleh SWIFT sangat aman dan handal.

Apakah SWIFT sebuah Perusahaan Pencari Laba ?
SWIFT adalah sebuah organisasi nirlaba dari bank anggota, dikendalikan oleh pemegang saham. Tujuannya adalah untuk menciptakan sebuah portal, yang efisien untuk komunikasi antar bank. Rata-rata, lebih dari 2,4 juta pesan, tentang transaksi sejumlah $ 2 triliun, diproses oleh SWIFT di hari tertentu.

Apakah yang dimaksud dengan Pesan SWIFT ?
Pesan SWIFT adalah dokumen singkat menyediakan nama dan kode bank berasal, nama dan kode bank penerima, jumlah transfer, dan salah satu kode beberapa preset yang memberikan pesan kepada bank penerima. Pesan SWIFT preset dan menyediakan kondisi standar untuk transfer dana antar bank. frase tertentu diperbolehkan, tetapi mereka harus singkat dan to the point, dan terbatas pada jumlah karakter tertentu. Hal ini memungkinkan untuk suatu sistem perbankan yang sangat efisien, karena ada sejumlah pesan yang dapat diproses dalam sistem. 

Dimana SWIFT berada ?
SWIFT saat ini dijalankan oleh dua pusat data, satu di Amerika Serikat dan satu di Belanda. Pusat-pusat ini saling berkomunikasi secara elektronik secara real time, dan dalam hal salah satu pengalaman kegagalan, yang lain dapat menutupi komunikasi keduanya. SWIFT bekerja pada sebuah pusat data ketiga, yang akan berlokasi di Swiss, yang diharapkan akan beroperasi penuh sebelum akhir tahun 2009. Setelah pusat data Swiss datang online, bank-bank Eropa tidak akan lagi dipantau oleh pusat AS.

Apa Selanjutnya yang dilakukan di dalam SWIFT ?
Perusahaan untuk bertukar pesan. Lembaga saling mengirim pesan lainnya melalui jaringan untuk mengkonfirmasi perdagangan atau untuk mengharapkan transfer kawat sebagai contoh. Swift dimiliki oleh anggota jaringan. Organisasi isu Swift Bank Identifier Bilangan atau BIC. BIC diperlukan
SWIFT juga menyediakan anggotanya dengan sistem email yang aman pesan. Klien dapat menggunakan teknologi saat ini, dikenal karena keamanan dan kehandalan, untuk lulus pesan email antara lembaga-lembaga anggota. Ini menyediakan bank peserta dengan sistem yang sangat aman di mana mereka dapat mengirim dokumen bisnis yang sangat sensitif, tanpa kerentanan yang terkait dengan penggunaan Internet terbuka. SWIFT juga mengembangkan software untuk membuat bahasa pesan lebih mudah diakses, dan teknologi lainnya untuk lebih mengembangkan jaringan komunikasinya.

Apa Cara Cari Nomor Swift (Kode Swift) ?
Swift adalah jaringan komunikasi yang digunakan oleh bank, pialang, lembaga keuangan dan untuk dimasukkan dalam semua pesan antara bank dengan menggunakan jaringan Swift. Swift mengeluarkan Badan Usaha Identifier atau BEI untuk perusahaan keuangan non pada jaringan. Nomor Swift berlaku di seluruh dunia.
Petunjuk :
1. Tentukan nama institusi dan alamat. Cari tahu apakah perusahaan tersebut merupakan bagian dari jaringan Swift. Jika bisnis bukan bagian dari Swift itu tidak akan memiliki kode Swift ditugaskan.
2. Hubungi bank, perusahaan atau lembaga yang akan menerima pesan dan menanyakan nomor Swift mereka. Departemen terbaik untuk menghubungi akan menjadi Perdagangan, Wire Transfer atau Penyelesaian Efek bidang perusahaan.
3. Kunjungi situs Swift internet di Swift.com / biconline. Masukkan nama bank atau korporasi dan melakukan pencarian. Hasil pencarian akan menyediakan nomor (s) yang ditugaskan untuk perusahaan dengan Swift. Pencarian dasar adalah gratis, untuk informasi lebih lanjut, berlangganan dibayar diperlukan.
4. Atur untuk metode alternatif komunikasi jika Anda tidak dapat menemukan kode Swift untuk broker, bank atau perusahaan 
5. Coba mengirim e-mail atau faks atau panggilan melalui telepon.

Komunikasi dan Pembayaran Letter of credit dalam mendukung eksportir di Amerika Serikat biasanya dikirim oleh SWIFT dan dalam format yang ditentukan. Sebuah SWIFT Format menunjukkan bank penerbit di bagian atas ("diterima dari") dan memiliki nomor di sebelah kiri untuk informasi spesifik seperti:
31C: kredit tanggal dikeluarkan
31d: tanggal kedaluwarsa
50: pesanan pelanggan (rekening pihak)
59: penerima (eksportir - biasanya nasabah bank)
41d: tersedia "dengan membayar" atau "dengan negosiasi"
42c: jangka waktu draft
42d: bank di mana draft ditarik
44A: pengiriman dispatch poin: tempat ekspor
44B: pengiriman tujuan poin: tempat impor
44C: terbaru tanggal pengiriman (tahun / bulan / hari)
45A: barang yang sedang dikirim dan persyaratan perdagangan (FOB, CIF, dll)
46A: dokumen yang diperlukan untuk menarik di bawah letter of credit
47A: kondisi tambahan: ini sering di mana ia menyebutkan jika penggantian TT dapat diterima ("TT" berarti teletransmission diuji)
48: periode presentasi dokumen (bila diam, maksimal 21 hari setelah pengiriman tanggal bill of lading, tetapi di dalam tanggal kadaluwarsa; UCP500 lihat, 43a)
49: petunjuk konfirmasi: permintaan advising bank untuk konfirmasi, biasanya menyatakan "tanpa", yaitu tidak ada konfirmasi.
53A: penerbitan bank koresponden AS yang akan bertindak sebagai bank penggantian 
71B: yang membayar untuk biaya perbankan di luar negeri bank penerbit? Biasanya penerima membayar biaya di Amerika Serikat.
72: bank untuk informasi bank: hampir selalu menyatakan bahwa kredit yang bekerja dan tunduk pada UCP 500. Namun, SWIFT konvensi adalah bahwa semua surat kredit dikirim oleh SWIFT subjectto Bea Uniform dan Praktek (UCP) untuk Documentary Credits (Nomor 500 revisi pada tahun 1993).
78: instruksi kepada bank advising: mencakup informasi di mana dokumen harus dikirim dan dari mana US bank untuk klaim penggantian dan di mana draft yang akan dikirim. 
SWIFT adalah singkatan dari Society for Worldwide Interbank Financial Telekomunikasi, dan merupakan kelompok bank yang telah set-upglobal standar untuk mengirim dan menerima instruksi dikonfirmasi untuk transfer kawat dan letter of credit. SWIFT semakin menggantikan teleks diuji. Beberapa surat kredit dikirim oleh teleks diuji, dan ini biasanya dalam format gratis tanpa sebutan nomor di sebelah kiri.
Bank di seluruh dunia telah menetapkan pengujian pengaturan satu sama lain pada teleks dan dasar SWIFT. Ini adalah tingkat dasar hubungan perbankan koresponden untuk memungkinkan pengiriman surat kredit dan pembayaran dalam surat-surat kredit. Sebagian besar bank asing telah memotong kembali pada jumlah rekening diselenggarakan di Amerika Serikat untuk menghilangkan saldo idle dan mengurangi biaya penyesuaian rekening yang tidak perlu banyak. bank asing semakin mempertahankan piutang dolar khusus di bank-bank yang dipilih untuk menangani jenis transaksi tertentu.
Dengan pengaturan account khusus untuk jenis tertentu transaksi, bank asing telah sangat menyederhanakan proses mendamaikan mereka dan kemampuan mereka untuk mengontrol account tersebut. Menyajikan dokumen sesuai, menetapkan bahwa L / C "tersedia dengan negosiasi", dan instruksi penggantian semua pertimbangan penting bagi eksportir dibayar secara tepat waktu. Instruksi dalam surat kredit dapat panggilan untuk dokumen yang akan dikirim kembali ke bank penerbit untuk pemeriksaan akhir sebelum mengizinkan pembayaran yang akan dibuat. Sebagai contoh, ketika AS huruf isu bank kredit, mereka mungkin memerlukan dokumen untuk dikirim kembali ke bank AS untuk pemeriksaan terakhir sebelum pembayaran dilakukan ("tersedia dengan membayar" dengan bank penerbit - lihat 41.D di SWIFT).
Banyak surat kredit ekspor yang mendukung manfaat AS "tersedia dengan negosiasi" dan memungkinkan untuk TT ("teletransmission diuji") penggantian yang dilakukan baik oleh pesan SWIFT disahkan atau teleks diuji. Jika bank AS memeriksa dokumen untuk kepatuhan ketat dengan persyaratan surat kredit per UCP 500 tidak menemukan perbedaan, bank AS dapat meminta penggantian dari koresponden AS issuing bank untuk tujuan ini (sering issuing bank 'New York atau Los Angeles cabang). Karena pembayaran dilakukan sebelum issuing bank melihat dokumen, metode pembayaran yang lebih berisiko dan dalam banyak contoh issuing bank tidak akan mengotorisasi penggantian TT. Misalnya, jika pembayaran dilakukan kepada ahli waris di bawah penggantian TT dan issuing bank kemudian tidak menemukan perbedaan dalam dokumen, issuing bank dapat meminta bahwa AS mengembalikan uang bank pembayar (jika importir tidak mengesampingkan perbedaan). Jika huruf kredit ekspor yang tidak memungkinkan untuk penggantian TT dan dokumen akan dikirim kembali ke bank penerbit dengan draft ke bank penggantian di AS, proses pemeriksaan di issuing bank dapat memperlambat proses pembayaran. dokumen ini eksportir mungkin duduk di tumpukan menunggu untuk diperiksa dan ketika mereka diperiksa, perbedaan dapat ditemukan yang memerlukan memanggil importir izin untuk mengesampingkan perbedaan. waiver ini tidak dapat dilakukan segera yang juga akan memperlambat proses pembayaran.
Eksportir sering keliru percaya bahwa meminta bank menasihati untuk mengkonfirmasi surat kredit akan mempercepat pembayaran mereka. Namun, konfirmasi oleh bank AS janji untuk membayar oleh bank AS dalam hal bank penerbit tidak melakukan pembayaran di bawah letter of credit saat bersih (tidak ada perbedaan) dokumen disajikan. Dengan demikian, konfirmasi biasanya melindungi eksportir terhadap issuing bank gagal membayar karena bank penerbit pailit atau merugikan keadaan ekonomi telah terjadi (seperti kontrol valuta asing). Untuk surat usance kredit dimana draft yang diambil pada sebuah bank penggantian AS, setelah draft telah "diterima" oleh bank AS, eksportir memiliki risiko kredit dari bank AS. Jadi, jika permintaan eksportir konfirmasi surat kredit usance mana RPP itu adalah digambarkan dalam suatu bank AS, konfirmasi pada dasarnya melindungi eksportir selama periode dari tanggal penerbitan surat kredit dengan saat waktu draft diterima oleh bank AS. Jika konsep waktu telah dicairkan pada bank yang mengeluarkannya, konfirmasi masih akan melindungi eksportir selama periode penerimaan.

MONEY LAUNDERING

MENGENAL MONEY LAUNDERING
DAN TAHAP-TAHAP PROSES PENCUCIAN 

  • Pasal 1 ayat 1 UU No 25 tahun 2003 berbunyi: Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan , atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau diduga (seharusnya “patut diduga”) merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
  • Pencucian uang atau money laundering adalah rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram , yaitu uang dimaksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana , dengan cara antara lain dan terutama memasukan uang tersebut kedalam keuangan (financial system) sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari system keuangan itu sebagai uang yang halal
Tahap-tahap proses pencucian uang :
  • Placement : Tahap pertama dari pencucian uang adalah menempatkan (mendepositokan) uang haram tersebut ke dalam system keuangan (financial system). Pada tahap placement tersebut, bentuk dari uang hasil kejahatan harus dikonversi untuk menyembunyikan asal-usul yang tidak sah dari uang itu. Misal, hasil dari perdagangan narkoba uangnya terdiri atas uang-uang kecil dalam tumpukan besar dan lebih berat dari narkobanya, lalu dikonversi ke dalam denominasi uang yang lebih besar. Lalu di depositokan kedalam rekerning bank, dan dibelikan ke instrument-instrumen moneter seperti cheques, money orders dll
  • Layering : Layering atau heavy soaping, dalam tahap ini pencuci berusaha untuk memutuskan hubungan uang hasil kejahatan itu dari sumbernya, dengan cara memindahkan uang tersebut dari satu bank ke bank lain, hingga beberapa kali. Dengan cara memecah-mecah jumlahnya, dana tersebut dapat disalurkan melalui pembelian dan penjualan investment instrument Mengirimkan dari perusahaan gadungan yang satu ke perusahaan gadungan yang lain. Para pencuci uang juga melakukan dengan mendirikan perusahaan fiktip, bisa membeli efek-efek atau alalt-alat transfortasi seperti pesawat, alat-alat berat dengan atas nama orang lain.
  • Integration : Integration adakalanya disebut spin dry dimana Uang dicuci dibawa kembali ke dalam sirkulasi dalam bentuk pendapatan bersih bahkan merupakan objek pajak dengan menggunakan uang yang telah menjadi halal untuk kegiatan bisnis melalui cara dengan menginvestasikan dana tersebut kedalam real estate, barang mewah, perusahaan-perusahaan
BEBERAPA MODUS MONEY LAUNDERING
  1. Loan Back, yakni dengan cara meminjam uangnya sendiri, Modus ini terinci lagi dalam bentuk direct loan, dengan cara meminjam uang dari perusahaan luar negeri, semacam perusahaan bayangan (immobilen investment company) yang direksinya dan pemegang sahamnya adalah dia sendiri, Dalam bentuk back to loan, dimana si pelaku peminjam uang dari cabang bank asing secara stand by letter of credit atau certificate of deposit bahwa uang didapat atas dasar uang dari kejahatan, pinjaman itu kemudian tidak dikembalikan sehingga jaminan bank dicairkan.
  2. Modus operasi C-Chase, metode ini cukup rumit karena memiliki sifat liku-liku sebagai cara untuk menghapus jejak. Contoh dalam kasus BCCI, dimana kurir-kurir datang ke bank Florida untuk menyimpan dana sebesar US $ 10.000 supaya lolos dari kewajiban lapor. Kemudian beberapa kali dilakukan transfer, yakni New York ke Luxsemburg ke cabang bank Inggris, lalu disana dikonfersi dalam bentuk certiface of deposit untuk menjamin loan dalam jumlah yang sama yang diambil oleh orang Florida. Loan buat negara karibia yang terkenal dengan tax Heavennya. Disini Loan itu tidak pernah ditagih, namun hanya dengan mencairkan sertifikat deposito itu saja. Dari Floria, uang terebut di transfer ke Uruguay melalui rekening drug dealer dan disana uang itu didistribusikan menurut keperluan dan bisnis yang serba gelap. Hasil investasi ini dapat tercuci dan aman.
  3. Modus transaksi transaksi dagang internasional, Modus ini menggunakan sarana dokumen L/C. Karena menjadi fokus urusan bank baik bank koresponden maupun opening bank adalah dokumen bank itu sendiri dan tidak mengenal keadaan barang, maka hal ini dapat menjadi sasaran money laundrying, berupa membuat invoice yang besar terhadap barang yang kecil atau malahan barang itu tidak ada.
  4. Modus penyelundupan uang tunai atau sistem bank paralel ke Negara lain. Modus ini menyelundupkan sejumah fisik uang itu ke luar negeri. Berhubung dengan cara ini terdapat resiko seperti dirampok, hilang atau tertangkap maka digunakan modus berupa electronic transfer, yakni mentransfer dari satu Negara ke negara lain tanpa perpindahan fisik uang itu.
  5. Modus akuisisi, yang diakui sisi adalah perusahaanya sendiri.Contoh seorang pemilik perusahaan di indonesia yang memiliki perusahaan secara gelap pula di Cayman Island, negara tax haven. Hasil usaha di cayman didepositokan atas nama perusahaan yang ada di Indonesia. Kemudian perusahaan yang ada di Cayman membeli saham-saham dari perusahaan yang ada di Indonesia (secara akuisisi). Dengan cara ini pemilik perusahaan di Indonesia memliki dana yang sah, karena telah tercuci melalui hasil pejualan saham-sahamnya di perusahaan Indonesia.
  6. Modus Real estate Carousel, yakni dengan menjual suatu property berkai-kali kepada perusahaan di dalam kelompok yang sama. Pelaku Money Laundrying memiliki sejumlah perusahaan (pemegang saham mayoritas) dalam bentuk real estate. Dari satu ke lain perusahaan.
  7. Modus Investasi Tertentu, Investasi tertentu ini biasanya dalam bisnis transaksi barang atau lukisan atau antik. Misalnya pelaku membeli barang lukisa dan kemudian menjualnya kepada seseorang yang sebenarnya adalah suruhan si pelaku itu sendiri dengan harga mahal. Lukisan dengan harga tak terukur, dapat ditetapkan harga setinggitingginya dan bersifat sah. Dana hasil penjualan lukisan tersebut dapat dikategorikan sebagai dana yang sudah sah.
  8. Modus over invoices atau double invoice. Modus ini dilakukan dengan mendirikan perusahaan ekspor-impor negara sendiri, lalu diluar negeri (yang bersistem tax haven) mendirikan pula perusahaan bayangan (shell company). Perusahaan di Negara tax Haven ini mengekspor barang ke Indonesia dan perusahaan yang ada d diluar negeri itu membuat invoice pembelian dengan harga tingi inilah yang disebut over invoice dan bila dibuat 2 invoices, maka disebut double invoices.
  9. Modus Perdagangan Saham, Modus ini pernah terjadi di Belanda. Dalam suatu kasus di Busra efek Amsterdam, dengan melibatkan perusahaan efek Nusse Brink, dimana beberapa nasabah perusahaan efek ini menjadi pelaku pencucian uang. Artinya dana dari nasabahnya yang diinvestasi ini bersumber dari uang gelap. Nussre brink membuat 2 (dua) buah rekening bagi nasabah-nasabah tersebut, yang satu untuk nasabah yag rugi dan satu yang memiliki keuntungan. Rekening di upayakan dibuka di tempat yang sangat terjamin proteksi kerahasaannya, supaya sulit ditelusuri siapa benefecial owner dari rekening tersebut.
  10. Modus Pizza Cinnction. Modus ini dilakukan dengan mnginvestasikan hasil perdagangan obat bius diinvestasikan untuk mendapat konsesi pizza, sementara sisi lainnya diinvestasikan di Karibia dan Swiss.
  11. Modus la Mina, kasus yang dipandang sebagai modus dalam money laundrying terjadi di Amerika Serikat tahun 1990. dana yang diperoleh dari perdagangan obat bius diserahkan kepada perdagangan grosiran emas dan permata sebagai suatu sindikat. Kemudian emas, kemudian batangan diekspor dari Uruguay dengan maksud supaya impornya bersifat legal. Uang disimpan dalam desain kotak kemasan emas, kemudian dikirim kepada pedagang perhiasan yang bersindikat mafia obat bius. Penjualan dilakukan di Los Angeles, hasil uang tunai dibawa ke bank dengan maksud supaya seakan-akan berasal dari kota ini dikirim ke bank New York dan dari kota ini di kirim ke bank New York dan dari kota ini dikirim ke bank Eropa melalui Negara Panama. Uang tersebut akhirnya sampai di Kolombia guna didistribusi dalam berupa membayar onkosongkos, untuk investasi perdagangan obat bius, tetapi sebagian untuk unvestasi jangka panjang.
  12. Modus Deposit taking, Mendirikan perusahaan keuangan seperti Deposit taking Institution (DTI) Canada. DTI ini terkenal dengan sarana pencucian uangnya seperti chartered bank, trust company dan credit union. Kasus Money Laundrying ini melibatkan DTI antara lain transfer melalui telex, surat berharga, penukaran valuta asing, pembelian obligasi pemerintahan dan teasury bills.
  13. Modus Identitas Palsu, Yakni memanfaatkan lembaga perbankan sebagai mesin pemutih uang dengan cara mendepositokan dengan nama palsu, menggunakan safe deposit box untuk menyembunyikan hasil kejahatan, menyediakan fasilatas transfer supaya dengan mudah ditransfer ke tempat yang dikehendaki atau menggunakan elektronic fund transfer untuk melunasi kewajiban transaksi gelap, menyimpan atau mendistribusikan hasil transaksi gelap itu.


COLLATERAL

Collateral dalam Pembuatan Bank Garansi dan Surety Bond, Harus Atau Pelengkap Saja?

 ‘collateral’ ialah jaminan dalam’bentuk aktiva,
dalam artian bahwa apabila pihak peminjam tidak mampu memenuhi kewajibannya, maka
aktiva yang digunakan sebagai jaminan dijual dan hasil penjualannya dipergunakan untuk
memenuhi kewajiban tersebut.
Kiranya perlu mendapatkan perhatian bahwa ‘collateral’ tidak dapat menyebabkan
kredit yang jelek menjadi kredit yang baik. Paling jauh hanya menyebabkan dengan adanya
‘collateral’ kredit tersebut bertambah baik”
Jadi bisa kita pahami bahwa Collateral dalam suatu pemberian kredit hanyalah bagian kecil (dari sekian C) dari suatu analisa pencairan kredit oleh Bank kepada Debitur nya. (Kontra)Bank Garansi (KGB) ataupun Surety Bond adalah salah satu produk asuransi general/umum/kerugian yang sangat lekat dengan produk perbankan. Dalam tulisan ini kita tidak akan membahas tentang apa itu KGB dan Surety Bond karena akan panjang dan pemahaman tersendiri, namun kita akan membahas bagian penerapan Collateral dalam kedua produk tersebut.
Apabila Principal/Kontraktor membuat jaminan Bank Garansi langsung ke bank, maka akan dikenakan full cover/full jaminan/full collateral oleh pihak bank. Untuk Kontraktor dengan pendanaan terbatas (penulis enggan menyebut kontraktor mapan atau garde besar atau kecil)yang tidak memiliki plafon kredit mencukupi tentu nya pengenaan full jaminan akan menyulitkan arus kas perusahaan dikarenakan putaran uang untuk operasional perusahaan akan menjadi terbatas. Salahsatu solusi dari “masalah’ tersebut adalah dengan mekanisme kontra bank garansi, yaitu membuat bank garansi dengan adanya jaminan dari asuransi terhadap realisasi bank garansi yang dikeluarkan bank(terjemahan bebas). Sehingga analisa terhadap kelayakan realisasi bank garansi/kredit di asuransi menjadi gerbang atau pintu utama bagi pembuatan bank garansi, permintaan data yang lebih spesifik menjadi hal yang realistis karena pihak bank banyak tergantung kepada analisa dari pihak asuransi, dan asuransi memerlukan pemahaman akan calon debitur/nasabah yang akan dijamin nya.
KGB dan Surety Bond terdiri dari beberapa jaminan, seperti jaminan penawaran, pelaksanaan, uang muka(advance payment bond), pemeliharaan, jaminan pembayaran(payment bond), jaminan sisa pembayaran (progress payment bond) atau SP2D, dll. KGB dan Surety Bond dalam proses pembuatan nya seringkali mengenakan Collateral kepada Principal/Kontraktor yang membuat jaminan, khusus nya jaminan uang muka, pembayaran bahkan jaminan pelaksanaan.  Mengapa ditekankan pada ketiga jaminan tersebut, hal ini dikarenakan resiko (wanprestasi) sering dijumpai pada periode pelaksanaan project. Bagi pihak Asuransi sebenarnya Collateral bukan menjadi solusi final terhaap kelayakan Bank Garansi atau jaminan Surety Bond untuk diberikan kepada Principal. Collateral bagi seorang Underwriter asuransi merupakan bagian ‘kecil’ dari sisi analisa kelayakan jaminan Bank Garansi/Surety Bond yang akan disetujui, mengapa? nanti akan kita bahas dalam tulisan berikut nya. Para Principal/kontraktor juga terkadang sangat keberatan untuk dikenakan Collateral, mengapa? karena salah satu alasan untuk perputaran arus keuangan proyek, atau karena merasa sudah ada asuransi yang menjamin Bank Garansi yang dikeluarkan bank? untuk alasan terakhir,dapat disampaikan bahwa apabila terjadi wanprestasi project yang kemudian pihak Obligee/Bowheer mencairkan Bank Garansi kepada bank penerbit, maka Bank bisa langsung mencairkan. Pihak asuransi dalam case pencairan ini sifatnya menalangi dahulu terhadap pencairan Bank Garansi yang dicairkan bank, untuk kemudian melakukan penagihan/recovery kepada pihak Principal/Kontraktor sebesar nilai yang dicairkan Obligee/Bowheer.
Kembali kepada pertanyaan pokok diatas, mengapa Asuransi mengenakan Collateral kepada Kontraktor dan merupakan bagian ‘kecil’ adalah dikarenakan dalam analisa dikenal istilah 5C yang terdiri dari Character, Capacity, Capital, Collateral dan Condition. Kita tidak akan membahas 4 C lainnya, namun yang ingin saya sampaikan bahwa 5 komponen tersebut mengindikasikan kemampuan dari Kontraktor dalam kelayakan analisa yang dilakukan. Analisa tersebut dapat dilakukan dengan ketersediaan data, termasuk untuk Collateral yang biasanya merupakan bagian akhir dari finalisasi analisa seorang Underwriter adalah lebih bersifat “Meyakinkan Tempo Kepercayaan Diri seorang Underwriter dalam mengaksep suatu jaminan”, apakah apabila dikenakan Collateral, Principal mau atau tidak?. Sikap atau respon dari Principal juga menunjukkan itikad baik bagaimana Principal mempunyai keinginan dalam bekerjasama. Sesuai penjelasan di atas, bahwa penjaminan dalam Bank Garansi/Surety Bond hanyala bersifat menalangi terhadap nilai yang dijaminkan yang nanti nya juga akan di recovery oleh Asuransi kepada Pihak Kontraktor.
Biasanya Nilai Collateral dikenakan antara 5-10%, atau 10-20%, atau 20-30% bahkan ada yang sampai 50% dengan case dan pertimbangan tersendiri. Collateral dapat berupa cash money atau asset seperti BPKB, sertifikat tanah/property lainnya yang memiliki kepemilikan yang syah. Misalkan nilai jaminan Rp. 1 Milyar (dengan periode jaminan 6 bulan lalu dikenakan Collateral sebesar 10% atau Rp. 100 juta. Dari contoh case tersebut dapat dijabarkan bahwa ‘resiko’ bayar oleh asuransi(bank apabila bank garansi) apabila terjadi wanprestasi adalah sebsar maksimal Rp. 1 Milyar, sehingga pengenaan Collateral yang hanya 10% dari nilai jaminan seharus nya bukan menjadi kendala bagi pihak Kontraktor(toh… uang tidak hilang dan hanya mengendap selama jangka periode jaminan). Selain itu biasanya pengenaan Collateral hanya dilakukan pada awal pembuatan jaminan yang didasari untuk meyakinkan bahwa ‘prinsip mengenal nasabah’ dalam analisa penjaminan telah terpenuhi. Sedangkan untuk proses pembuatan jaminan berikutnya, dengan pertimbangan telah mengenal dengan baik Kontraktor, asuransi dapat mempertimbangkan untuk tidak dikenakan Colateral. Namun untuk nilai jaminan tertentu, kebijakan asuransi bisa menerapkan Collateral kembali dengan pertimbangan dan analisa per project. Dalam tulisan ini bukan ingin penulis mendukung pihak asuransi atau sebaliknya, mendukung kepentingan Kontraktor, namun pemahaman bersama akan karakteristik produk Bank Garansi atau Surety Bond menjadi jalan keluar, bahwa pengenaan Collateral tidak semata keinginan sepihak asuransi dalam syarat realisasi Bank Garansi namun menjadi sisi kerjasama yang saling mendukung antara Asuransi sebagai penjamin dan Kontraktor yang memerlukan Bank Garansi tanpa harus mengganggu arus kas operasional perusahaan dalam project yang dikerjakan. Pihak asuransi sendiri juga harus memberkan ‘keberanian’ dalam analisa jaminan tanpa mengesampingkan ‘prudent UW’ sehingga membantu Kontraktor dalam kesuksesan dan kelancaran dalam pengerjaan project.


Rabu, 02 Juli 2014

KEMISKINAN

UPAYA PEMERINTAH DALAM MENANGANI MASALAH KEMISKINAN

1. Abstrak

            Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang di hadapi oleh seluruh pemerintahan yang ada di dunia ini. Ia di pengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Faktor tersebut antara lain tingkat pendapatan, pendidikan, kesehatan, akses barang dan jasa, lokasi geografis, gender dan kondisi lingkungan. Kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menuju kehidupan yang lebih bermartabat. Oleh karena itu, kemiskinan wajib untuk ditanggulangi, sebab jika tidak tertanggulangi akan dapat mengganggu pembanguan nasional. Dalam konteks ini, beberapa upaya yang tengah dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah dengan menggerakkan sektor real melalui sektor UMKM. Beberapa kebijakan yang menyangkut sektor ini seperti program KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat). Upaya strategis yang dapat dilakukan dalam rangka pemberdayaan UMKM antara lain, pertama, menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan UMKM meliputi regulasi dan perlindungan usaha. Kedua menciptakan sistem penjaminan bagi usaha mikro. Ketiga menyediakan bantuan teknis berupa pendampingan dan bantuan menejerial. Keempat memperbesar akses perkreditan pada lembaga keuangan. Dengan empat langkah tersebut, maka sektor UMKM akan lebih bergerak yang pada akhirnya akan berakibat pada pengurangan angka kemiskinan.

A. Pendahuluan

            Salah satu penghambat pembangaunan ekonomi adalah kemiskinan. Ia merupakan tolak ukur bagi sebuah negara apakah pembangunan yang tengah berlangsung dapat di nikmati oleh segenap warga negaranya tanpa memandang hal-hal yang bersifat atributif. Dengan kata lain, pembangunan yang berlangsung benar-benar merata dalam masyarakat.
Kemiskinan bukan merupakan sesuatu yang berdiri sendiri, sebab ia merupakan akibat dari tidak tercapainya pembangunan ekonomi yang berlangsung. Dalam hal ini, kemiskinan akan makin bertambah seiring tidak terjadinya pemerataan pembangunan. Pada tahun 2005 jumlah rakyat miskin mencapai 35,1 juta jiwa (15,97 persen) dan meningkat menjadi 39,05 juta jiwa (17,75 persen) pada tahun 2006. Antara tahun 2005 sampai 2006 jumlah penduduk miskin meningkat 3,95 juta jiwa.
Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin diperkirakan masih cukup besar dibandingkan jumlahnya sebelum tahun 2006. Sementara itu dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 Pemerintah telah mempunyai sasaran mengurangi jumlah penduduk miskin pada tahun 2009 hingga mencapai 8,2 persen. Dengan demikian, Pemerintah membutuhkan upaya yang sangat besar untuk mencapai sasaran tersebut. Oleh karena itu, pada tahun 2008 Pemerintah akan melakukan peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan.
Pada prinsipnya, pendekatan yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan kemiskinan harus bersifat multidimensional mengingat penyebab dari kemiskinan tidak hanya merupakan masalah fisik akan tetapi juga menyangkut permasalahan ekonomi, sosial, dan budaya.
Keberadaan sektor UMKM yang selama ini bisa dikatakan terabaikan oleh pemerintah yang ditandai oleh minimnya kebijakan yang berpihak pada sektor ini, dewasa ini makin menancapkan akarnya betapa sektor UMKM sangatlah vital dalam menyokong kehidupan perekonomian Indonesia. Hal ini di tandai dengan eksissnya sektor ini ketika Indonesia dilanda krisis moneter pada tahun 1997 jika dibandingkan dengan sektor yang lain.
Perkembangan sektor UMKM selama ini sungguh menggembirakan. Peningkatan peran dan kegiatan usaha sektor UMKM semakin nampak khususnya sejak krisis tahun 1997. Di tengah-tengah proses restrukturisasi sektor korporat dan BUMN yang berlangsung lamban, sektor UMKM telah menunjukkan perkembangan yang terus meningkat dan bahkan mampu menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, kemajuan yang dicapai dalam restrukturisasi di sektor keuangan, khususnya industri perbankan, telah pula mampu menyediakan kebutuhan pembiayaan dengan tingkat pertumbuhan dan porsi yang lebih besar untuk UMKM. Perkembangan inilah yang menjadi pendorong bagi peningkatan pertumbuhan dan peran sektor UMKM dalam perekonomian nasional.
Walaupun demikian, sector UMKM dengan peran vitalnya sebagi instrument penopang perekonomian Indonesia yang sekaligus berdampak pada penanggulangan kemiskinan sampai saat ini masih dihadapkan dengan beberapa persoalan seperti minimnya akses yang diberikan oleh pemerintah melalui lembaga keuangan serta regulasi kebijakan yang berpihak pada sector ini. Namun demikian, kiranya kita patut optimis dengan kemajuan sector UMKM sebagai instrument kompetitif penanggulangan kemiskinan.
Dari uraian singkat diatas, makalah ini mencoba memotret kebijakan pemerintah baik yang berkenaan penanggulangan kemiskina secara umum maupun yang bersentuhan dengan sector UMKM secara khusus. Dari sini dimaksudkan malakah ini mampu memeberikan konrtibusi positif terkait kebijakan dan pemberdayaan sector UMKM dalam menanggulangi kemiskinan.

B. Difinisi Kemiskinan

            Secara umum kemiskinan lazim didifinisikan sebagai kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menuju kehidupan yang lebih bermartabat. Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan antara lain tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi geografis, gender dan kondisi lingkungan.
Definisi beranjak dari pendekatan berbasis hak yang menyatakan bahwa masyarakat miskin mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau kelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Hak-hak dasar yang diakui secara umum adalah terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hal-hal untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik baik perempuan maupun laki-laki.
Parameter yang lazim digunakan para analis dalam menetapkan jumlah kemiskinan adalah lebih cenderung pada pendekatan pemenuhan kebutuhan pokok. Dari hal ini, seseorang dikatakan miskin manakala dalam pemenuhan kebutuhan pokoknya yakni makanan, asupan kalorinya minimal 2.100 kkal/hari per kapita. Selain dengan pendekatan asupan kalori, kemiskinan juga diukur dengan menambahkan parameter pemenuhan kebutuhan pokok/dasar non makanan yang meliputi pendidikan, sandang dan hal-hal yang dikemukakan di atas.
Dari sini, dapat kita katakan bahwa dalam menentukan kemiskinan terdapat variabel pokok yang tidak bisa dilupakan yakni yang terkenal dengan istilah gari kemiskinan (GK). Garis kemiskinan ini terbagi menjadi dua yakni Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Adapun komponen dari masing-masing indikator adalah GKM lebir berbasis pada pendekatan pemenuhan asupan kalori sebesar 2.100 kkal/hari per kapita. Sedangkan komponen GKBM adalah seperti pendidikan, kesehatan dan papan.
Selama Maret 2006-Maret 2007, Garis Kemiskinan naik sebesar 9,67 persen, yaitu dari Rp.151.997,- per kapita per bulan pada Maret 2006 menjadi Rp.166.697,- per kapita per bulan pada Maret 2007. Dengan memerhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan Maret 2006, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 75,08 persen, tetapi pada bulan Maret 2007, peranannya hanya turun sedikit menjadi 74,38 persen.
Komoditi yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada bulan Maret 2007, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan sebesar 28,64 persen di perdesaan dan 18,56 persen di perkotaan. Selain beras, barang-barang kebutuhan pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan adalah gula pasir (2,99 persen di perdesaan, 2,23 persen di perkotaan), telur (1,11 persen di perdesaan, 1,58 persen di perkotaan), mie instan (1,58 persen di perdesaan, 1,70 persen di perkotaan) dan minyak goreng (1,34 persen di perdesaan, 0,90 persen di perkotaan).
Untuk komoditi bukan makanan, biaya perumahan mempunyai peranan yang cukup besar terhadap Garis Kemiskinan yaitu 6,04 persen di perdesaan dan 7,82 persen di perkotaan. Biaya untuk listrik, angkutan dan minyak tanah mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk daerah perkotaan, yaitu masing-masing sebesar 2,90 persen, 2,78 persen dan 2,50 persen, sementara untuk daerah perdesaan pengaruhnya relatif kecil (kurang dari 2 persen).
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar 37,17 juta orang (16,58 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2006 yang berjumlah 39,30 juta (17,75 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,13 juta. Meskipun demikian, persentase penduduk miskin pada Maret 2007 masih lebih tinggi dibandingkan keadaan Februari 2005, dimana persentase penduduk miskin sebesar 15,97 persen.
Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada daerah perkotaan. Selama periode Maret 2006-Maret 2007, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,20 juta, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,93 juta orang (Tabel 2). Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada bulan Maret 2006, sebagian besar (63,13 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sementara pada bulan Maret 2007 persentase ini hampir sama yaitu 63,52 persen.


C. Penyebab Kemiskinan (Potret Pembangunan di Indonesia)

            Permasalahan masih besarnya penduduk miskin di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal yang antara lain, Pertama, pemerataan pembangunan belum menyebar secara merata terutama di daerah perdesaan. Penduduk miskin di daerah perdesaan pada tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi dari penduduk miskin di daerah perkotaan. Kesempatan berusaha di daerah perdesaan dan perkotaan belum dapat mendorong penciptaan pendapatan bagi masyarakat terutama bagi rumah tangga miskin. Masih tingginya pengangguran terbuka di daerah perdesaan dibandingkan dengan di daerah perkotaan menyebabkan kurangnya sumber pendapatan bagi masyarakat miskin terutama di daerah perdesaan. Sementara itu masyarakat miskin yang banyak menggantungkan hidupnya pada usaha mikro masih mengalami keterbatasan dalam memperoleh akses permodalan dan sangat rendah produktivitasnya.
Kedua, masyarakat miskin belum mampu menjangkau pelayanan dan fasilitas dasar seperti pendidikan, kesehatan, air minum dan sanitasi, serta transportasi. Gizi buruk masih terjadi di lapisan masyarakat miskin. Hal ini disebabkan terutama oleh cakupan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin yang belum memadai. Bantuan sosial kepada masyarakat miskin, pelayanan bantuan kepada masyarakat rentan (seperti penyandang cacat, lanjut usia, dan yatim-piatu), dan cakupan jaminan sosial bagi rumah tangga miskin masih jauh dari memadai. Prasarana dan sarana transportasi di daerah terisolir masih kurang mencukupi untuk mendukung penciptaan kegiatan ekonomi produktif bagi masyarakat miskin.
Ketiga, harga bahan pokok terutama beras cenderung berfluktuasi sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat miskin. Kondisi terakhir, di mana dunia sedang di landa dua krisis besar yakni krisis pangan dan krisis energi, juga turut mempengaruhi lonjakan jumlah rakyat miskin. Di pasar ASEAN harga beras dengan kualitas patahan sebesar 25 % pada tahun 2007 adalah sebesar 330 dollar AS per ton. Pada bulan maret kemarin sudah sampai level 500 dollar AS per ton. Harga beras Vietnam dengan kualitas patahan 5% pecan lalu setersebut besar 550 dollar AS per ton. Sedangkan patahan 10% mencapai 540 dollar AS per ton. Sementara di India harga beras dengan patahan 5% menembus level 650 dollar AS per ton. Di Argentian harga beras dengan patahn 10% sebesar 625 dollar AS per ton. Sedangkan di Uruguay mencapai 630 dollar AS per ton. Kualitas beras medium di pasar Asia rata-rata mengalami kenaikan sebesar 52%.

D. Program Penanggulangan Kemiskinan

            Beberapa program yang tengah digalakkan oleh pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan antara lain dengan memfokuskan arah pembangunan pada tahun 2008 pada pengentasan kemiskinan. Fokus program tersebut meliputi 5 hal antara lain pertama menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok; kedua mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin; ketiga menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan berbasis masyarakat; keempat meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar; dan kelima membangun dan menyempurnakan sistem perlindungan sosial bagi masyarakat miskin.
Dari 5 fokus program pemerintah tersebut, diharapkan jumlah rakyat miskin yang ada dapat tertanggulangi sedikit demi sedikit. Beberapa langkah teknis yang digalakkan pemerintah terkait 5 program tersebut antara lain:
a. Menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok. Fokus program ini bertujuan menjamin daya beli masyarakat miskin/keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok terutama beras dan kebutuhan pokok utama selain beras. Program yang berkaitan dengan fokus ini seperti :
• Penyediaan cadangan beras pemerintah 1 juta ton
• Stabilisasi/kepastian harga komoditas primer
b. Mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin. Fokus program ini bertujuan mendorong terciptanya dan terfasilitasinya kesempatan berusaha yang lebih luas dan berkualitas bagi masyarakat/keluarga miskin. Beberapa program yang berkenaan dengan fokus ini antara lain:
• Penyediaan dana bergulir untuk kegiatan produktif skala usaha mikro dengan pola bagi hasil/syariah dan konvensional.
• Bimbingan teknis/pendampingan dan pelatihan pengelola Lembaga Keuangan Mikro (LKM)/Koperasi Simpan Pinjam (KSP).
• Pelatihan budaya, motivasi usaha dan teknis manajeman usaha mikro
• Pembinaan sentra-sentra produksi di daerah terisolir dan tertinggal
• Fasilitasi sarana dan prasarana usaha mikro
• Pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir
• Pengembangan usaha perikanan tangkap skala kecil
• Peningkatan akses informasi dan pelayanan pendampingan pemberdayaan dan ketahanan keluarga
• Percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah
• Peningkatan koordinasi penanggulangan kemiskinan berbasis kesempatan berusaha bagi masyarakat miskin.
c. Menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan berbasis masyarakat. Program ini bertujuan untuk meningkatkan sinergi dan optimalisasi pemberdayaan masyarakat di kawasan perdesaan dan perkotaan serta memperkuat penyediaan dukungan pengembangan kesempatan berusaha bagi penduduk miskin. Program yang berkaitan dengan fokus ketiga ini antara lain :
• Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di daerah perdesaan dan perkotaan
• Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah
• Program Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus
• Penyempurnaan dan pemantapan program pembangunan berbasis masyarakat.
d. Meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar. Fokus program ini bertujuan untuk meningkatkan akses penduduk miskin memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan prasarana dasar. Beberapa program yang berkaitan dengan fokus ini antara lain :
• Penyediaan beasiswa bagi siswa miskin pada jenjang pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs);
• Beasiswa siswa miskin jenjang Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah (SMA/SMK/MA);
• Beasiswa untuk mahasiswa miskin dan beasiswa berprestasi;
• Pelayanan kesehatan rujukan bagi keluarga miskin secara cuma-cuma di kelas III rumah sakit;
e. Membangun dan menyempurnakan sistem perlindungan sosial bagi masyarakat miskin. Fokus ini bertujuan melindungi penduduk miskin dari kemungkinan ketidakmampuan menghadapi guncangan sosial dan ekonomi. Program teknis yang di buat oleh pemerintah seperti :
• Peningkatan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender (PUG) dan anak (PUA)
• Pemberdayaan sosial keluarga, fakir miskin, komunitas adat terpencil, dan penyandang masalah kesejahteraan sosial lainnya.
• Bantuan sosial untuk masyarakat rentan, korban bencana alam, dan korban bencana sosial.
• Penyediaan bantuan tunai bagi rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang memenuhi persyaratan (pemeriksaan kehamilan ibu, imunisasi dan pemeriksaan rutin BALITA, menjamin keberadaan anak usia sekolah di SD/MI dan SMP/MTs; dan penyempurnaan pelaksanaan pemberian bantuan sosial kepada keluarga miskin/RTSM) melalui perluasan Program Keluarga Harapan (PKH).
• Pendataan pelaksanaan PKH (bantuan tunai bagi RTSM yang memenuhi persyaratan).

E. Potret Pembiayaan terhadap Sektor UMKM

            Di tengah terpaan krisis energi, pangan dan keuangan yang sedang melanda dunia, termasuk didalamnya Indonesia, perhatian pemerintah terhadap sector UMKM kian menampakkan perkembangan yang menggembirakan. Berdasarkan data Bank Indonesia, posisi kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) per Februari 2008 mencapai Rp 503,3 triliun atau 50,2 persen dari total kredit senilai Rp 1.002,7 triliun. Porsi itu lebih besar dibandingkan dengan periode Desember 2007 sebesar 50,1 persen dan Februari 2007 yang juga 50,1 persen.
Kredit UMKM merupakan pinjaman dengan plafon di bawah Rp 5 miliar. Adapun pinjaman dengan plafon di atas Rp 5 miliar disebut kredit korporasi. Membesarnya porsi kredit UMKM tidak terlepas dari gencarnya penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam beberapa bulan terakhir yang menjadi consensus pemerintahan SBY dalam menumbuhkan perekonomian yang bisa dikatakan berbasis rakyat. .
KUR merupakan kredit program yang diluncurkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada November 2007. KUR ditujukan bagi pengusaha mikro dan kecil yang tidak memiliki agunan tambahan dengan plafon maksimal Rp 500 juta. Bank bersedia menyalurkan KUR karena kreditnya dijamin oleh pemerintah yang dalam hal ini yang ditunjuk adalah Askrindo dan Perum Sarana Pengembangan Usaha.
Beberapa bank yang di gandeng oleh pemerintah dalam menyalurkan dana ini antara lain BRI, BTN, BNI, Bank Mandiri, Bukopin, dan Bank Syariah Mandiri. BRI menjadi bank yang paling agresif menyalurkan KUR. Hingga 28 April 2008, BRI menyalurkan KUR senilai Rp 2,61 triliun kepada 394.708 debitor. Menurut Direktur Utama BRI Sofyan Basir hingga akhir 2008, BRI menargetkan penyaluran KUR sekitar Rp 5 triliun kepada 1 juta debitor. Pesatnya penyaluran KUR membuat porsi kredit UMKM BRI meningkat menjadi 83,13 persen dengan nominal Rp 98,46 triliun dari total pinjaman sebesar Rp 118,44 triliun.
Sedangkan BNI hingga 24 April 2008 telah menyalurkan KUR sebesar Rp 665 miliar kepada 5.927 debitor. Menurut Sekretaris Perusahaan BNI Intan Abdams Katoppo, BNI menargetkan penyaluran KUR sebesar Rp 2 triliun hingga akhir tahun. Sementara sampai dengan 21 April 2008, Bank Mandiri telah merealisasi penyaluran KUR sebesar Rp 864,74 miliar dengan total debitor 24.100 yang terbagi dalam 1.174 debitor individual dan 22.926 debitor linkage program. Rata-rata debitor KUR menerima Rp 35,9 juta per orang dengan limit sekitar Rp 3 juta.
Data penyaluran kredit UMKM lewat Program KUR.
Bank Penyalur Realisasi Jumlah Jumlah Debitor
BRI 28 April 2008 Rp2,61 Triliun 394.708 Debitor
BNI 24 April 2008 Rp 665 Miliar 5.927 Debitor
B. Mandiri 21 April 2008 Rp 864,74 Miliar 24.100 Debitor

Dari data di atas kiranya kita patut optimis bahwa perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan rakyatnya, yang ditandai oleh besarnya porsi penyaluran kredit terhadap sektor UMKM menunjukkan peningkatan. Dengan kondisi demikian, lambat laun permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat tertanggulangi sedikit demi sedikit. Tentu saja hal ini harus di barengi dengan komitmen segenap komponen bangsa terlebih bagi pemerintah untuk meningkatkan porsi anggaran APBN untuk program pemberdayaan masyarakat.

Selain itu, dengan gambaran diatas, kita juga patut optimis bahwa dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang ada, juga dibarengi dengan pergeseran pemerataan hasil pembangunan yang di tahun-tahun lalu menunjukkan jurang ketidakadilan yang luar biasa.

F. Permasalahan Pemberdayaan UMKM

            Beberapa permasalahan yang tengah di hadapi oleh sektor UMKM dewasa ini antara lain:
• Perlunya perluasan jaringan kerjasama dan kemitraan dengan pihak-pihak lain terkait untuk mengoptimalkan serta mensinergikan berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, baik di dalam maupun di luar negeri.
• Perlunya peningkatan upaya pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melalui intensifikasi dan perluasan penyaluran kredit dari lembaga perbankan/keuangan kepada UMKM secara sistemik dan berkelanjutan. Terkait dengan hal ini, diprioritaskan untuk membuka akses lembaga perbankan dan keuangan untuk pengembangan UMKM, menyederhanakan prosedur dan persyaratan dan penjaminan usaha/kredit khususnya yang diberikan oleh pemerintah daerah.
• Peningkatan intensitas upaya pemberdayaan, pelatihan, dan pengembangan Konsultan Keuangan/Pendamping UMKM Mitra Bank (KKMB) guna meningkatkan ketersediaan tenaga pendamping usaha mikro. Terkait dengan hal ini, diperlukan upaya penyusunan panduan dan kebijakan untuk menentukan kedudukan serta penghargaan terhadap jasa profesional KKMB oleh Bank Indonesia sebagai lembaga pembina.
• Penguatan peran Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam sistem perbankan nasional terutama untuk memperluas penyaluran kredit terutama untuk segmen usaha mikro dan kecil. Dalam hal ini perlu diprioritaskan untuk menyiapkan landasan regulasi berupa Undang-Undang tentang LKM.
• Peranan Bank Indonesia dalam pengembangan UMKM mengalami perubahan paradigma, namun bukan berarti kebijakan dan strategi untuk mendukung UMKM menjadi berkurang tetapi disesuaikan dengan perundangan baru yang berlaku. Oleh karenanya, kebijakan Bank Indonesia dalam pengembangan dan pemberdayaan UMKM adalah dalam rangka untuk mendorong peningkatan fungsi intermediasi perbankan serta untuk mendukung sistem perbankan yang sehat.
• Inovasi produk layanan kredit/keuangan mikro harus terus dikembangkan oleh perbankan sehingga mampu menjembatani kesenjangan antara aspek kehati-hatian (prudential) dan aspek potensi UMKM (yang masih belum bankable).
• Perlunya penyediaan sumberdaya manusia pengelola Satgas Daerah KKMB dalam bentuk staf Unit Bantuan Teknis (UBT) jumlah cukup, memiliki kompetensi, kapabilitas yang memadai, dan bekerja secara full time untuk menggerakkan dan mempercepat operasionalisasi Satgas Daerah KKMB.
• Perlunya peningkatan intensitas forum-forum komunikasi diantara Bank, KKMB, Usahawan, dan stakeholder terkait lainnya sebagai media untuk menyamakan persepsi terkait dengan implementasi penyaluran kredit untuk UMKM, terutama kredit usaha mikro.
• Perlunya peningkatan optimalitas pemanfaatan dana-dana BUMN (melalui Dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan) untuk membiayai pengembangan dan pemberdayaan UMKM terutama melalui pembiayaan usaha mikro di daerah.


G. Program Pemberdayaan UMKM

            Dari beberapa permasalahan perberdayaan UMKM di atas, pemerintah tengah menggalakkan program bagaimana sektor UMKM bisa bergerak. Di antaranya adalah dengan mengupayakan pemberian pembiayaan lunak pada sektor ini. Program yang berkaitan dengan ini adalah seperti program penjaminan dan penyaluran Kridit Usaha Rakyat (KUR).
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meyakini bahwa pengembangan koperasi dan usaha kecil mikro dan menengah merupakan cara yang paling tepat dan cepat untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran serta untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sebab, program penyaluran kredit ke koperasi dan UMKM dengan pola penjaminan akan menyelesaikan masalah selama ini, yaitu sulitnya sektor koperasi dan UMKM mendapat kredit dari perbankan.
Realisasi kredit usaha rakyat atau KUR sejak diluncurkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 November 2007 terus menunjukkan peningkatan. Bahkan hingga akhir Maret 2008 kredit itu sudah mencapai Rp 3,276 triliun dengan jumlah debitor 187.860 pengusaha mikro dan kecil.
Menurut Presiden SBY dalam sebuah kesempatan, tahun lalu tercatat 48 juta unit UMKM dengan anggota 85 juta pelaku usaha. Adapun jumlah koperasi pada waktu itu tercatat 140.000 unit dengan jumlah anggota 28 juta orang. Presiden menyatakan :
“Jika koperasi dan UMKM ini tumbuh, maka pendapatan atas orang per orang dari koperasi dan UMKM juga akan terus meningkat sehingga taraf hidup rakyat pun akan meningkat. Ini akan mengurangi kemiskinan dan tingkat pengangguran di masyarakat, selain juga menambah kesejahteraan rakyat,”

Dirut Bank Rakyat Indonesia Sofyan Basir menyatakan, program ini akan memberikan kemudahan akses yang lebih besar bagi para pelaku koperasi dan UMKM. Menurut Sofyan Basir :

“Selama ini mereka itu sebenarnya sudah feasible, akan tetapi belum bankable. Sebab itu, kredit bagi sektor kecil ini ditujukan pada sektor ekonomi produktif dengan suku bunga kredit maksimum 16 persen dan jumlah plafon kredit maksimum Rp 500 juta per debitor,”

Dari program ini (KUR), diharapkan sector UMKM dapat tumbuh dan berkembang dalam menyokong perekonomian bangsa. Selain itu, melalui program ini juga, pemerintah menargetkan sector UMKM dapat tumbuh sebesar 650.000 unit UMKM.

Selain program KUR, pemerintah juga menyiapkan program dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia. Tentu saja program ini juga akan bersinergi dengan program pemberdayaan sector UMKM. Program ini dinamakan dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat atau yang lebih di kenal dengan singkatan PNPM.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat yang diresmikan oleh Presiden SBY pada Februari 2007 ini diharapkan dapat menjangkau 31,92 juta penduduk miskin di Indonesia atau sekitar 7,96 juta keluarga miskin. Pada tahun 2007 program PNPM ini ditujukan bagi 2.891 kecamatan yang terdiri dari 2.057 kecamatan dalam PNPM Pedesaan dan 834 kecamatan dalam PNPM Perkotaan yang tersebar di 33 Provinsi. Setiap kecamatan akan mendapatkan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) antara Rp 500 juta dan Rp 1,5 miliar per tahun yang disesuaikan dengan jumlah penduduk miskin di tiap kecamatan.
Melalui program ini, sebanyak 31,92 juta penduduk miskin diharapkan dapat tertanggulangi. PNPM Pedesaan akan menjangkau 21,92 penduduk miskin, sedangkan PNPM Perkotaan mencakup sekitar 10 juta penduduk miskin. Adapun lapangan kerja baru yang tercipta adalah 12,5-14,4 juta per tahun dengan asumsi di setiap kecamatan pada Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) ada 8-20 desa yang berpartisipasi dengan asumsi setiap desa rata-rata menciptakan sekitar 250 lapangan kerja baru per tahun.
Jumlah dana PNPM untuk tahun 2007 diperkirakan Rp 4,43 triliun yang terbagi atas PNPM Pedesaan Rp 2,48 triliun dan PNPM Perkotaan Rp 1,95 triliun. Dari dana Rp 4,43 triliun, sebesar 3,62 triliun dari APBN 2007 dan sekitar Rp 813 miliar merupakan kontribusi APBD pemerintah daerah melalui mekanisme cost sharing.

H. Penutup
            Kemiskinan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pola pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah. Ia akan hadir dengan kuantitas yang luar biasa besarnya seiring dengan tidak meratanya pembangunan. Kemiskinan juga tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi tetapi juga kegagalan dalam memenuhi hak/kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan sarana aktualisasi diri.

Dua variabel pokok yang sangat menentukan dalam menentukan besar kecilnya jumlah kemiskinan atau yang lazim dikenal dengan Garis Kemiskinan (GK) adalah Garis kemiskinan Makanan (GKM) yang berbasis pada pendekatan pemenuhan asupan kalori sebesar 2.100 kkal/hari per kapita dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) yang berbasis pada pemenuhan hak pokok seperti pendidikan dan kesehatan.
Sector UMKM yang telah teruji dalam sejarah Indonesia dimasa krisis ekonomi 1997, dewasa ini makin menampakkan peran vitalnya dalam mengembangkan perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, adalah wajar manakala pemerintah menyadari peran vital tersebut yang ditandai dengan regulasi kebijakan yang berbasis rakyat yang dalam hal ini bersinergi dengan sector UMKM.
Dari hal tersebut, ditujuklah sector UMKM sebagai instrument yang kompetitif dalam menanggulangi kemiskinan. Beberapa kebijakan yang menyangkut pemberdayaan sector UMKM ini seperti pengguliran program KUR dan PNPM. Melalui dua program tersebut, beberapa persoalan yang menghadang UMKM selama ini seperti minimnya akses perkreditan dan pola pendampingan usaha, sedikit demi sedikit dapat teratasi.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Keuangan RI, Data Pokok APBN-P2007 dan APBN-P2008
http://www.tkpkri.org/penanggulangan kemiskinan melalui UMKM/23-06-2008
Edi Suharto,Welfare State Dan Pembangunan Kesejahteraan Sosial, dalamhttp://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_40.htm/12-05-2008/09:47
http://www.google.com/efektifitas penanggulangan kemiskinan/21-06-2008.

Perry Warjiyo, Pembiayaan Pembangunan Sektor UMKM:Perkembangan Dan Strategi Ke Depan, dalam http://www.google.com/25/06/2008.

Bramantyo Djohanputro, Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro, (Jakarta: PPM, 2006)
Bank Indonesia, Tinjauan Kebijakan Moneter: Ekonomi, Moneter, dan Perbankan