UPAYA PEMERINTAH DALAM MENANGANI MASALAH
KEMISKINAN
1. Abstrak
Kemiskinan merupakan masalah
kompleks yang di hadapi oleh seluruh pemerintahan yang ada di dunia ini. Ia di
pengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan antara satu dengan yang
lainnya. Faktor tersebut antara lain tingkat pendapatan, pendidikan, kesehatan,
akses barang dan jasa, lokasi geografis, gender dan kondisi lingkungan.
Kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya dalam rangka menuju kehidupan yang lebih bermartabat. Oleh karena itu,
kemiskinan wajib untuk ditanggulangi, sebab jika tidak tertanggulangi akan dapat
mengganggu pembanguan nasional. Dalam konteks ini, beberapa upaya yang tengah
dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah dengan menggerakkan sektor real
melalui sektor UMKM. Beberapa kebijakan yang menyangkut sektor ini seperti
program KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan PNPM (Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat). Upaya strategis yang dapat dilakukan dalam rangka pemberdayaan
UMKM antara lain, pertama, menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan
UMKM meliputi regulasi dan perlindungan usaha. Kedua menciptakan sistem
penjaminan bagi usaha mikro. Ketiga menyediakan bantuan teknis berupa
pendampingan dan bantuan menejerial. Keempat memperbesar akses perkreditan pada
lembaga keuangan. Dengan empat langkah tersebut, maka sektor UMKM akan lebih
bergerak yang pada akhirnya akan berakibat pada pengurangan angka kemiskinan.
A. Pendahuluan
Salah satu penghambat
pembangaunan ekonomi adalah kemiskinan. Ia merupakan tolak ukur bagi sebuah
negara apakah pembangunan yang tengah berlangsung dapat di nikmati oleh segenap
warga negaranya tanpa memandang hal-hal yang bersifat atributif. Dengan kata
lain, pembangunan yang berlangsung benar-benar merata dalam masyarakat.
Kemiskinan bukan merupakan sesuatu yang berdiri sendiri, sebab ia merupakan
akibat dari tidak tercapainya pembangunan ekonomi yang berlangsung. Dalam hal
ini, kemiskinan akan makin bertambah seiring tidak terjadinya pemerataan
pembangunan. Pada tahun 2005 jumlah rakyat miskin mencapai 35,1 juta jiwa
(15,97 persen) dan meningkat menjadi 39,05 juta jiwa (17,75 persen) pada tahun
2006. Antara tahun 2005 sampai 2006 jumlah penduduk miskin meningkat 3,95 juta
jiwa.
Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin diperkirakan masih cukup besar
dibandingkan jumlahnya sebelum tahun 2006. Sementara itu dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 Pemerintah telah
mempunyai sasaran mengurangi jumlah penduduk miskin pada tahun 2009 hingga
mencapai 8,2 persen. Dengan demikian, Pemerintah membutuhkan upaya yang sangat
besar untuk mencapai sasaran tersebut. Oleh karena itu, pada tahun 2008
Pemerintah akan melakukan peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan.
Pada prinsipnya, pendekatan yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan
kemiskinan harus bersifat multidimensional mengingat penyebab dari kemiskinan
tidak hanya merupakan masalah fisik akan tetapi juga menyangkut permasalahan
ekonomi, sosial, dan budaya.
Keberadaan sektor UMKM yang selama ini bisa dikatakan terabaikan oleh
pemerintah yang ditandai oleh minimnya kebijakan yang berpihak pada sektor ini,
dewasa ini makin menancapkan akarnya betapa sektor UMKM sangatlah vital dalam
menyokong kehidupan perekonomian Indonesia. Hal ini di tandai dengan eksissnya
sektor ini ketika Indonesia dilanda krisis moneter pada tahun 1997 jika
dibandingkan dengan sektor yang lain.
Perkembangan sektor UMKM selama ini sungguh menggembirakan. Peningkatan peran
dan kegiatan usaha sektor UMKM semakin nampak khususnya sejak krisis tahun
1997. Di tengah-tengah proses restrukturisasi sektor korporat dan BUMN yang
berlangsung lamban, sektor UMKM telah menunjukkan perkembangan yang terus
meningkat dan bahkan mampu menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional.
Sementara itu, kemajuan yang dicapai dalam restrukturisasi di sektor keuangan,
khususnya industri perbankan, telah pula mampu menyediakan kebutuhan pembiayaan
dengan tingkat pertumbuhan dan porsi yang lebih besar untuk UMKM. Perkembangan
inilah yang menjadi pendorong bagi peningkatan pertumbuhan dan peran sektor
UMKM dalam perekonomian nasional.
Walaupun demikian, sector UMKM dengan peran vitalnya sebagi instrument penopang
perekonomian Indonesia yang sekaligus berdampak pada penanggulangan kemiskinan
sampai saat ini masih dihadapkan dengan beberapa persoalan seperti minimnya
akses yang diberikan oleh pemerintah melalui lembaga keuangan serta regulasi
kebijakan yang berpihak pada sector ini. Namun demikian, kiranya kita patut
optimis dengan kemajuan sector UMKM sebagai instrument kompetitif
penanggulangan kemiskinan.
Dari uraian singkat diatas, makalah ini mencoba memotret kebijakan pemerintah
baik yang berkenaan penanggulangan kemiskina secara umum maupun yang
bersentuhan dengan sector UMKM secara khusus. Dari sini dimaksudkan malakah ini
mampu memeberikan konrtibusi positif terkait kebijakan dan pemberdayaan sector UMKM
dalam menanggulangi kemiskinan.
B. Difinisi Kemiskinan
Secara umum kemiskinan lazim
didifinisikan sebagai kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya dalam rangka menuju kehidupan yang lebih bermartabat. Kemiskinan
merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling
berkaitan antara lain tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap
barang dan jasa, lokasi geografis, gender dan kondisi lingkungan.
Definisi beranjak dari pendekatan berbasis hak yang menyatakan bahwa masyarakat
miskin mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya.
Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi
juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang
atau kelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Hak-hak dasar yang diakui secara umum adalah terpenuhinya kebutuhan pangan,
kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan dan
lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan
hal-hal untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik baik perempuan
maupun laki-laki.
Parameter yang lazim digunakan para analis dalam menetapkan jumlah kemiskinan
adalah lebih cenderung pada pendekatan pemenuhan kebutuhan pokok. Dari hal ini,
seseorang dikatakan miskin manakala dalam pemenuhan kebutuhan pokoknya yakni
makanan, asupan kalorinya minimal 2.100 kkal/hari per kapita. Selain dengan
pendekatan asupan kalori, kemiskinan juga diukur dengan menambahkan parameter
pemenuhan kebutuhan pokok/dasar non makanan yang meliputi pendidikan, sandang
dan hal-hal yang dikemukakan di atas.
Dari sini, dapat kita katakan bahwa dalam menentukan kemiskinan terdapat
variabel pokok yang tidak bisa dilupakan yakni yang terkenal dengan istilah
gari kemiskinan (GK). Garis kemiskinan ini terbagi menjadi dua yakni Garis
Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Adapun
komponen dari masing-masing indikator adalah GKM lebir berbasis pada pendekatan
pemenuhan asupan kalori sebesar 2.100 kkal/hari per kapita. Sedangkan komponen
GKBM adalah seperti pendidikan, kesehatan dan papan.
Selama Maret 2006-Maret 2007, Garis Kemiskinan naik sebesar 9,67 persen, yaitu
dari Rp.151.997,- per kapita per bulan pada Maret 2006
menjadi Rp.166.697,- per kapita per bulan pada Maret 2007.
Dengan memerhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis
Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat
bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi
bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan Maret
2006, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 75,08 persen, tetapi pada bulan Maret
2007, peranannya hanya turun sedikit menjadi 74,38 persen.
Komoditi yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada bulan
Maret 2007, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan sebesar 28,64
persen di perdesaan dan 18,56 persen di perkotaan. Selain beras, barang-barang
kebutuhan pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan
adalah gula pasir (2,99 persen di perdesaan, 2,23 persen di perkotaan), telur
(1,11 persen di perdesaan, 1,58 persen di perkotaan), mie instan (1,58 persen
di perdesaan, 1,70 persen di perkotaan) dan minyak goreng (1,34 persen di
perdesaan, 0,90 persen di perkotaan).
Untuk komoditi bukan makanan, biaya perumahan mempunyai peranan yang cukup
besar terhadap Garis Kemiskinan yaitu 6,04 persen di perdesaan dan 7,82 persen
di perkotaan. Biaya untuk listrik, angkutan dan minyak tanah mempunyai pengaruh
yang cukup besar untuk daerah perkotaan, yaitu masing-masing sebesar 2,90
persen, 2,78 persen dan 2,50 persen, sementara untuk daerah perdesaan
pengaruhnya relatif kecil (kurang dari 2 persen).
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar 37,17 juta
orang (16,58 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2006 yang
berjumlah 39,30 juta (17,75 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun
sebesar 2,13 juta. Meskipun demikian, persentase penduduk miskin pada Maret
2007 masih lebih tinggi dibandingkan keadaan Februari 2005, dimana persentase
penduduk miskin sebesar 15,97 persen.
Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada daerah
perkotaan. Selama periode Maret 2006-Maret 2007, penduduk miskin di daerah
perdesaan berkurang 1,20 juta, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,93
juta orang (Tabel 2). Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan
perdesaan tidak banyak berubah. Pada bulan Maret 2006, sebagian besar (63,13
persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sementara pada bulan Maret
2007 persentase ini hampir sama yaitu 63,52 persen.
C. Penyebab Kemiskinan
(Potret Pembangunan di Indonesia)
Permasalahan masih besarnya
penduduk miskin di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal yang antara lain,
Pertama, pemerataan pembangunan belum menyebar secara merata terutama di daerah
perdesaan. Penduduk miskin di daerah perdesaan pada tahun 2006 diperkirakan
lebih tinggi dari penduduk miskin di daerah perkotaan. Kesempatan berusaha di
daerah perdesaan dan perkotaan belum dapat mendorong penciptaan pendapatan bagi
masyarakat terutama bagi rumah tangga miskin. Masih tingginya pengangguran
terbuka di daerah perdesaan dibandingkan dengan di daerah perkotaan menyebabkan
kurangnya sumber pendapatan bagi masyarakat miskin terutama di daerah
perdesaan. Sementara itu masyarakat miskin yang banyak menggantungkan hidupnya
pada usaha mikro masih mengalami keterbatasan dalam memperoleh akses permodalan
dan sangat rendah produktivitasnya.
Kedua, masyarakat miskin belum mampu menjangkau pelayanan dan fasilitas dasar
seperti pendidikan, kesehatan, air minum dan sanitasi, serta transportasi. Gizi
buruk masih terjadi di lapisan masyarakat miskin. Hal ini disebabkan terutama
oleh cakupan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin yang belum memadai.
Bantuan sosial kepada masyarakat miskin, pelayanan bantuan kepada masyarakat
rentan (seperti penyandang cacat, lanjut usia, dan yatim-piatu), dan cakupan
jaminan sosial bagi rumah tangga miskin masih jauh dari memadai. Prasarana dan
sarana transportasi di daerah terisolir masih kurang mencukupi untuk mendukung
penciptaan kegiatan ekonomi produktif bagi masyarakat miskin.
Ketiga, harga bahan pokok terutama beras cenderung berfluktuasi sehingga
mempengaruhi daya beli masyarakat miskin. Kondisi terakhir, di mana dunia
sedang di landa dua krisis besar yakni krisis pangan dan krisis energi, juga
turut mempengaruhi lonjakan jumlah rakyat miskin. Di pasar ASEAN harga beras
dengan kualitas patahan sebesar 25 % pada tahun 2007 adalah sebesar 330 dollar
AS per ton. Pada bulan maret kemarin sudah sampai level 500 dollar AS per ton.
Harga beras Vietnam dengan kualitas patahan 5% pecan lalu setersebut besar 550 dollar
AS per ton. Sedangkan patahan 10% mencapai 540 dollar AS per ton. Sementara di
India harga beras dengan patahan 5% menembus level 650 dollar AS per ton. Di
Argentian harga beras dengan patahn 10% sebesar 625 dollar AS per ton.
Sedangkan di Uruguay mencapai 630 dollar AS per ton. Kualitas beras medium di
pasar Asia rata-rata mengalami kenaikan sebesar 52%.
D. Program Penanggulangan
Kemiskinan
Beberapa program yang tengah
digalakkan oleh pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan antara lain dengan
memfokuskan arah pembangunan pada tahun 2008 pada pengentasan kemiskinan. Fokus
program tersebut meliputi 5 hal antara lain pertama menjaga stabilitas harga
bahan kebutuhan pokok; kedua mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat
miskin; ketiga menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan
berbasis masyarakat; keempat meningkatkan akses masyarakat miskin kepada
pelayanan dasar; dan kelima membangun dan menyempurnakan sistem perlindungan
sosial bagi masyarakat miskin.
Dari 5 fokus program pemerintah tersebut, diharapkan jumlah rakyat miskin yang
ada dapat tertanggulangi sedikit demi sedikit. Beberapa langkah teknis yang
digalakkan pemerintah terkait 5 program tersebut antara lain:
a. Menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok. Fokus program ini bertujuan
menjamin daya beli masyarakat miskin/keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan
pokok terutama beras dan kebutuhan pokok utama selain beras. Program yang
berkaitan dengan fokus ini seperti :
• Penyediaan cadangan beras pemerintah 1 juta ton
• Stabilisasi/kepastian harga komoditas primer
b. Mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin. Fokus program ini
bertujuan mendorong terciptanya dan terfasilitasinya kesempatan berusaha yang
lebih luas dan berkualitas bagi masyarakat/keluarga miskin. Beberapa program
yang berkenaan dengan fokus ini antara lain:
• Penyediaan dana bergulir untuk kegiatan produktif skala usaha mikro dengan
pola bagi hasil/syariah dan konvensional.
• Bimbingan teknis/pendampingan dan pelatihan pengelola Lembaga Keuangan Mikro
(LKM)/Koperasi Simpan Pinjam (KSP).
• Pelatihan budaya, motivasi usaha dan teknis manajeman usaha mikro
• Pembinaan sentra-sentra produksi di daerah terisolir dan tertinggal
• Fasilitasi sarana dan prasarana usaha mikro
• Pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir
• Pengembangan usaha perikanan tangkap skala kecil
• Peningkatan akses informasi dan pelayanan pendampingan pemberdayaan dan
ketahanan keluarga
• Percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah
• Peningkatan koordinasi penanggulangan kemiskinan berbasis kesempatan berusaha
bagi masyarakat miskin.
c. Menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan berbasis
masyarakat. Program ini bertujuan untuk meningkatkan sinergi dan optimalisasi
pemberdayaan masyarakat di kawasan perdesaan dan perkotaan serta memperkuat
penyediaan dukungan pengembangan kesempatan berusaha bagi penduduk miskin.
Program yang berkaitan dengan fokus ketiga ini antara lain :
• Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di daerah perdesaan dan
perkotaan
• Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah
• Program Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus
• Penyempurnaan dan pemantapan program pembangunan berbasis masyarakat.
d. Meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar. Fokus program
ini bertujuan untuk meningkatkan akses penduduk miskin memenuhi kebutuhan
pendidikan, kesehatan, dan prasarana dasar. Beberapa program yang berkaitan
dengan fokus ini antara lain :
• Penyediaan beasiswa bagi siswa miskin pada jenjang pendidikan dasar di
Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah Menengah Pertama
(SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs);
• Beasiswa siswa miskin jenjang Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah
Kejuruan/Madrasah Aliyah (SMA/SMK/MA);
• Beasiswa untuk mahasiswa miskin dan beasiswa berprestasi;
• Pelayanan kesehatan rujukan bagi keluarga miskin secara cuma-cuma di kelas
III rumah sakit;
e. Membangun dan menyempurnakan sistem perlindungan sosial bagi masyarakat
miskin. Fokus ini bertujuan melindungi penduduk miskin dari kemungkinan
ketidakmampuan menghadapi guncangan sosial dan ekonomi. Program teknis yang di
buat oleh pemerintah seperti :
• Peningkatan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender (PUG) dan anak (PUA)
• Pemberdayaan sosial keluarga, fakir miskin, komunitas adat terpencil, dan
penyandang masalah kesejahteraan sosial lainnya.
• Bantuan sosial untuk masyarakat rentan, korban bencana alam, dan korban
bencana sosial.
• Penyediaan bantuan tunai bagi rumah tangga sangat miskin (RTSM) yang memenuhi
persyaratan (pemeriksaan kehamilan ibu, imunisasi dan pemeriksaan rutin BALITA,
menjamin keberadaan anak usia sekolah di SD/MI dan SMP/MTs; dan penyempurnaan
pelaksanaan pemberian bantuan sosial kepada keluarga miskin/RTSM) melalui
perluasan Program Keluarga Harapan (PKH).
• Pendataan pelaksanaan PKH (bantuan tunai bagi RTSM yang memenuhi
persyaratan).
E. Potret Pembiayaan
terhadap Sektor UMKM
Di tengah terpaan krisis
energi, pangan dan keuangan yang sedang melanda dunia, termasuk didalamnya
Indonesia, perhatian pemerintah terhadap sector UMKM kian menampakkan
perkembangan yang menggembirakan. Berdasarkan data Bank Indonesia, posisi
kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) per Februari 2008 mencapai Rp
503,3 triliun atau 50,2 persen dari total kredit senilai Rp 1.002,7 triliun.
Porsi itu lebih besar dibandingkan dengan periode Desember 2007 sebesar 50,1
persen dan Februari 2007 yang juga 50,1 persen.
Kredit UMKM merupakan pinjaman dengan plafon di bawah Rp 5 miliar. Adapun
pinjaman dengan plafon di atas Rp 5 miliar disebut kredit korporasi. Membesarnya
porsi kredit UMKM tidak terlepas dari gencarnya penyaluran Kredit Usaha Rakyat
(KUR) dalam beberapa bulan terakhir yang menjadi consensus pemerintahan SBY
dalam menumbuhkan perekonomian yang bisa dikatakan berbasis rakyat. .
KUR merupakan kredit program yang diluncurkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
pada November 2007. KUR ditujukan bagi pengusaha mikro dan kecil yang tidak
memiliki agunan tambahan dengan plafon maksimal Rp 500 juta. Bank bersedia
menyalurkan KUR karena kreditnya dijamin oleh pemerintah yang dalam hal ini
yang ditunjuk adalah Askrindo dan Perum Sarana Pengembangan Usaha.
Beberapa bank yang di gandeng oleh pemerintah dalam menyalurkan dana ini antara
lain BRI, BTN, BNI, Bank Mandiri, Bukopin, dan Bank Syariah Mandiri. BRI menjadi
bank yang paling agresif menyalurkan KUR. Hingga 28 April 2008, BRI menyalurkan
KUR senilai Rp 2,61 triliun kepada 394.708 debitor. Menurut Direktur Utama BRI
Sofyan Basir hingga akhir 2008, BRI menargetkan penyaluran KUR sekitar Rp 5
triliun kepada 1 juta debitor. Pesatnya penyaluran KUR membuat porsi kredit
UMKM BRI meningkat menjadi 83,13 persen dengan nominal Rp 98,46 triliun dari
total pinjaman sebesar Rp 118,44 triliun.
Sedangkan BNI hingga 24 April 2008 telah menyalurkan KUR sebesar Rp 665 miliar
kepada 5.927 debitor. Menurut Sekretaris Perusahaan BNI Intan Abdams Katoppo,
BNI menargetkan penyaluran KUR sebesar Rp 2 triliun hingga akhir tahun.
Sementara sampai dengan 21 April 2008, Bank Mandiri telah merealisasi
penyaluran KUR sebesar Rp 864,74 miliar dengan total debitor 24.100 yang
terbagi dalam 1.174 debitor individual dan 22.926 debitor linkage program.
Rata-rata debitor KUR menerima Rp 35,9 juta per orang dengan limit sekitar Rp 3
juta.
Data penyaluran kredit UMKM lewat Program KUR.
Bank Penyalur Realisasi Jumlah Jumlah Debitor
BRI 28 April 2008 Rp2,61 Triliun 394.708 Debitor
BNI 24 April 2008 Rp 665 Miliar 5.927 Debitor
B. Mandiri 21 April 2008 Rp 864,74 Miliar 24.100 Debitor
Dari data di atas kiranya
kita patut optimis bahwa perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan rakyatnya,
yang ditandai oleh besarnya porsi penyaluran kredit terhadap sektor UMKM
menunjukkan peningkatan. Dengan kondisi demikian, lambat laun permasalahan kemiskinan
di Indonesia dapat tertanggulangi sedikit demi sedikit. Tentu saja hal ini
harus di barengi dengan komitmen segenap komponen bangsa terlebih bagi
pemerintah untuk meningkatkan porsi anggaran APBN untuk program pemberdayaan
masyarakat.
Selain itu, dengan gambaran diatas, kita juga patut optimis bahwa dengan
tingkat pertumbuhan ekonomi yang ada, juga dibarengi dengan pergeseran
pemerataan hasil pembangunan yang di tahun-tahun lalu menunjukkan jurang
ketidakadilan yang luar biasa.
F. Permasalahan Pemberdayaan
UMKM
Beberapa permasalahan yang
tengah di hadapi oleh sektor UMKM dewasa ini antara lain:
• Perlunya perluasan jaringan kerjasama dan kemitraan dengan pihak-pihak lain
terkait untuk mengoptimalkan serta mensinergikan berbagai upaya penanggulangan kemiskinan,
baik di dalam maupun di luar negeri.
• Perlunya peningkatan upaya pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) melalui intensifikasi dan perluasan penyaluran kredit dari lembaga
perbankan/keuangan kepada UMKM secara sistemik dan berkelanjutan. Terkait
dengan hal ini, diprioritaskan untuk membuka akses lembaga perbankan dan
keuangan untuk pengembangan UMKM, menyederhanakan prosedur dan persyaratan dan
penjaminan usaha/kredit khususnya yang diberikan oleh pemerintah daerah.
• Peningkatan intensitas upaya pemberdayaan, pelatihan, dan pengembangan
Konsultan Keuangan/Pendamping UMKM Mitra Bank (KKMB) guna meningkatkan
ketersediaan tenaga pendamping usaha mikro. Terkait dengan hal ini, diperlukan
upaya penyusunan panduan dan kebijakan untuk menentukan kedudukan serta
penghargaan terhadap jasa profesional KKMB oleh Bank Indonesia sebagai lembaga
pembina.
• Penguatan peran Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam sistem perbankan nasional
terutama untuk memperluas penyaluran kredit terutama untuk segmen usaha mikro
dan kecil. Dalam hal ini perlu diprioritaskan untuk menyiapkan landasan
regulasi berupa Undang-Undang tentang LKM.
• Peranan Bank Indonesia dalam pengembangan UMKM mengalami perubahan paradigma,
namun bukan berarti kebijakan dan strategi untuk mendukung UMKM menjadi
berkurang tetapi disesuaikan dengan perundangan baru yang berlaku. Oleh
karenanya, kebijakan Bank Indonesia dalam pengembangan dan pemberdayaan UMKM
adalah dalam rangka untuk mendorong peningkatan fungsi intermediasi perbankan
serta untuk mendukung sistem perbankan yang sehat.
• Inovasi produk layanan kredit/keuangan mikro harus terus dikembangkan oleh
perbankan sehingga mampu menjembatani kesenjangan antara aspek kehati-hatian
(prudential) dan aspek potensi UMKM (yang masih belum bankable).
• Perlunya penyediaan sumberdaya manusia pengelola Satgas Daerah KKMB dalam
bentuk staf Unit Bantuan Teknis (UBT) jumlah cukup, memiliki kompetensi,
kapabilitas yang memadai, dan bekerja secara full time untuk menggerakkan dan
mempercepat operasionalisasi Satgas Daerah KKMB.
• Perlunya peningkatan intensitas forum-forum komunikasi diantara Bank, KKMB,
Usahawan, dan stakeholder terkait lainnya sebagai media untuk menyamakan
persepsi terkait dengan implementasi penyaluran kredit untuk UMKM, terutama kredit
usaha mikro.
• Perlunya peningkatan optimalitas pemanfaatan dana-dana BUMN (melalui Dana
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan) untuk membiayai pengembangan dan
pemberdayaan UMKM terutama melalui pembiayaan usaha mikro di daerah.
G. Program Pemberdayaan
UMKM
Dari beberapa permasalahan
perberdayaan UMKM di atas, pemerintah tengah menggalakkan program bagaimana
sektor UMKM bisa bergerak. Di antaranya adalah dengan mengupayakan pemberian
pembiayaan lunak pada sektor ini. Program yang berkaitan dengan ini adalah
seperti program penjaminan dan penyaluran Kridit Usaha Rakyat (KUR).
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meyakini bahwa pengembangan koperasi dan
usaha kecil mikro dan menengah merupakan cara yang paling tepat dan cepat untuk
mengatasi kemiskinan dan pengangguran serta untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Sebab, program penyaluran kredit ke koperasi dan UMKM dengan pola
penjaminan akan menyelesaikan masalah selama ini, yaitu sulitnya sektor
koperasi dan UMKM mendapat kredit dari perbankan.
Realisasi kredit usaha rakyat atau KUR sejak diluncurkan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono pada 5 November 2007 terus menunjukkan peningkatan. Bahkan
hingga akhir Maret 2008 kredit itu sudah mencapai Rp 3,276 triliun dengan
jumlah debitor 187.860 pengusaha mikro dan kecil.
Menurut Presiden SBY dalam sebuah kesempatan, tahun lalu tercatat 48 juta unit
UMKM dengan anggota 85 juta pelaku usaha. Adapun jumlah koperasi pada waktu itu
tercatat 140.000 unit dengan jumlah anggota 28 juta orang. Presiden menyatakan
:
“Jika koperasi dan UMKM ini tumbuh, maka pendapatan atas orang per orang dari
koperasi dan UMKM juga akan terus meningkat sehingga taraf hidup rakyat pun
akan meningkat. Ini akan mengurangi kemiskinan dan tingkat pengangguran di
masyarakat, selain juga menambah kesejahteraan rakyat,”
Dirut Bank Rakyat Indonesia
Sofyan Basir menyatakan, program ini akan memberikan kemudahan akses yang lebih
besar bagi para pelaku koperasi dan UMKM. Menurut Sofyan Basir :
“Selama ini mereka itu sebenarnya sudah feasible, akan tetapi belum bankable.
Sebab itu, kredit bagi sektor kecil ini ditujukan pada sektor ekonomi produktif
dengan suku bunga kredit maksimum 16 persen dan jumlah plafon kredit maksimum
Rp 500 juta per debitor,”
Dari program ini (KUR),
diharapkan sector UMKM dapat tumbuh dan berkembang dalam menyokong perekonomian
bangsa. Selain itu, melalui program ini juga, pemerintah menargetkan sector
UMKM dapat tumbuh sebesar 650.000 unit UMKM.
Selain program KUR, pemerintah juga menyiapkan program dalam pengentasan
kemiskinan di Indonesia. Tentu saja program ini juga akan bersinergi dengan
program pemberdayaan sector UMKM. Program ini dinamakan dengan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat atau yang lebih di kenal dengan singkatan PNPM.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat yang diresmikan oleh Presiden SBY pada
Februari 2007 ini diharapkan dapat menjangkau 31,92 juta penduduk miskin di
Indonesia atau sekitar 7,96 juta keluarga miskin. Pada tahun 2007 program PNPM
ini ditujukan bagi 2.891 kecamatan yang terdiri dari 2.057 kecamatan dalam PNPM
Pedesaan dan 834 kecamatan dalam PNPM Perkotaan yang tersebar di 33 Provinsi.
Setiap kecamatan akan mendapatkan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) antara
Rp 500 juta dan Rp 1,5 miliar per tahun yang disesuaikan dengan jumlah penduduk
miskin di tiap kecamatan.
Melalui program ini, sebanyak 31,92 juta penduduk miskin diharapkan dapat
tertanggulangi. PNPM Pedesaan akan menjangkau 21,92 penduduk miskin, sedangkan
PNPM Perkotaan mencakup sekitar 10 juta penduduk miskin. Adapun lapangan kerja
baru yang tercipta adalah 12,5-14,4 juta per tahun dengan asumsi di setiap
kecamatan pada Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Penanggulangan
Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) ada 8-20 desa yang berpartisipasi dengan asumsi
setiap desa rata-rata menciptakan sekitar 250 lapangan kerja baru per tahun.
Jumlah dana PNPM untuk tahun 2007 diperkirakan Rp 4,43 triliun yang terbagi
atas PNPM Pedesaan Rp 2,48 triliun dan PNPM Perkotaan Rp 1,95 triliun. Dari
dana Rp 4,43 triliun, sebesar 3,62 triliun dari APBN 2007 dan sekitar Rp 813
miliar merupakan kontribusi APBD pemerintah daerah melalui mekanisme cost
sharing.
H. Penutup
Kemiskinan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
pola pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah. Ia akan hadir dengan kuantitas
yang luar biasa besarnya seiring dengan tidak meratanya pembangunan. Kemiskinan
juga tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi tetapi juga
kegagalan dalam memenuhi hak/kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan
sarana aktualisasi diri.
Dua variabel pokok yang sangat menentukan dalam menentukan besar kecilnya
jumlah kemiskinan atau yang lazim dikenal dengan Garis Kemiskinan (GK) adalah
Garis kemiskinan Makanan (GKM) yang berbasis pada pendekatan pemenuhan asupan
kalori sebesar 2.100 kkal/hari per kapita dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan
(GKBM) yang berbasis pada pemenuhan hak pokok seperti pendidikan dan kesehatan.
Sector UMKM yang telah teruji dalam sejarah Indonesia dimasa krisis ekonomi
1997, dewasa ini makin menampakkan peran vitalnya dalam mengembangkan
perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, adalah wajar manakala pemerintah
menyadari peran vital tersebut yang ditandai dengan regulasi kebijakan yang
berbasis rakyat yang dalam hal ini bersinergi dengan sector UMKM.
Dari hal tersebut, ditujuklah sector UMKM sebagai instrument yang kompetitif
dalam menanggulangi kemiskinan. Beberapa kebijakan yang menyangkut pemberdayaan
sector UMKM ini seperti pengguliran program KUR dan PNPM. Melalui dua program
tersebut, beberapa persoalan yang menghadang UMKM selama ini seperti minimnya
akses perkreditan dan pola pendampingan usaha, sedikit demi sedikit dapat
teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Keuangan RI,
Data Pokok APBN-P2007 dan APBN-P2008
Bramantyo Djohanputro,
Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro, (Jakarta: PPM, 2006)
Bank Indonesia, Tinjauan
Kebijakan Moneter: Ekonomi, Moneter, dan Perbankan